Kiki Andrea, Sukses Bawa Merica Batak Negeri Indah Kepingan Surga Mendunia
“Saya sangat bersyukur karena sudah mengekspor lebih dari 700 kilogram andaliman kering dengan merek 'Samandali' ke Prancis dan Swedia, dengan nilai hampir Rp500 juta!”
Binar bahagia jelas terpancar pada mata pria kelahiran Tanah Batak ini saat mengungkapkan keberhasilannya itu.
Ia sendiri takjub dengan keputusan yang diambilnya pada 2015 silam.
Pertemuan Sepaket Kesuksesan
Siang itu sang pemandu wisata sedang istirahat dari rutinitas. Tadi pagi ia membawa sejumlah wisatawan ke sejumlah tempat wisata di daerah Samosir.
Meski baru saja berlelah, wajahnya tak kurang ramah membantu sang Ibu menyajikan kuliner khas Batak Toba di kafe Juwita Tuktuk, Kabupaten Samosir milik keluarganya.
Tak lama setelah sang koki menyajikan hidangan, seorang wisatawan yang duduk di antara pengunjung kafe tampak mengernyitkan dahi. Perlahan sang turis mendekati Kiki. Bukan untuk menyampaikan keluhan terhadap masakan.
Kata turis asal Swedia itu rasa getir di ujung lidah saat menggigit buah kecil mirip lada itu membuatnya penasaran.
Dari perbincangan yang panjang, turis itu akhirnya tahu bahwa buah yang ia maksud bernama andaliman.
Masih lekat dalam ingatan Kiki Andrea saat seorang turis mancanegara dari Swedia bertanya padanya hari itu.
“Apakah kamu bisa membuat andaliman kering yang tahan lama dan bisa dikirim ke luar negeri?
Seorang Kiki menjawab dengan mantap. “Ya, saya bisa!”
Meski di dalam lubuk hati terdalam sesungguhnya ia belumlah tahu apa yang harus dilakukan selanjutnya. Modal nekat, mungkin ini dua kata yang sesuai untuk menggambarkan kondisi Kiki.
Tak kurang akal sebab telah ngotot mengiyakan dan tentu saja tak ingin mengecewakan, Kiki langsung mencari petani Andaliman di kawasan Samosir.
Beruntung buah ketekunan Kiki belajar otodidak beberapa bulan begitu manis. Setelah mencari selama beberapa waktu, pria yang saat masih berprofesi sebagai pemandu wisata sekaligus koki ini menemukan petani yang ia maksudkan.
Akhirnya, proses pembuatan Andaliman menjadi kering bisa dilakukan. Setelah proses pengeringan selesai, produk langsung dikirim ke Swedia.
“Wah ini luar biasa.” Ungkapan sang turis membuat hati pria asal Samosir ini begitu berbunga.
Berbekal dari kisah hari itu, ia seolah bisa membaca peluang masa depan Andaliman, merica batak yang selama ini tersembunyi dalam kuliner masyarakat Sumatera Utara.
“Saya langsung belajar otodidak dan mencari petani andaliman, kemudian saya olah dan kemas sendiri. Setelah berhasil turis itulah pelanggan pertama saya. Waktu itu saya kirim ke Swedia sebanyak 30 kilogram tahun 2016.”
Pertemuan dengan turis Swedia pada hari itu mengubah jalan hidup Kiki. Andaliman, bumbu masakan biasa yang harganya sangat murah bisa berdaya saing tinggi di kancah perdagangan internasional.
Saat itu, harga andaliman basah di Samosir hanya puluhan ribu saja. Namun begitu dikeringkan dan dikemas rapi, harganya berkisar Rp500 ribu hingga Rp700 ribu per kilogram.
Dari Satu Menjadi Seribu
Turis Swedia yang ternyata seorang chef itu menjadi pelanggan setia Samandali. Tahun 2017 ia kembali memesan 150 kilogram, dan tahun ini juga memesan 40 kilogram Andaliman.
Tahun 2018, Kiki mendapat email dari pelanggan baru asal Jerman yang langsung memesan 150 Kg andaliman kering.
Tahun 2021, total ekspor Andaliman ke Eropa menembus angka 1,7 ton ke Jerman dan Swedia.
Tahun 2024 periode Januari hingga Agustus, 770 kilogram Andaliman sudah diekspor, yakni Jerman 500 kilogram, Prancis 240 kilogram, dan Swedia 30 kilogram.
Berawal dari Satu Petani
Dampaknya, jumlah petani andaliman yang menjadi mitra Kiki juga semakin banyak. Dari hanya satu petani, kini sudah ada 30 keluarga petani di Salaon Dolok dan Ronggurnihuta menyuplai Andaliman untuk rumah produksi Samandali.
“Tugas saya hanya menjemput Andaliman ke ladang mereka. Lalu saya mengeringkan kurang lebih dua minggu, mengemasnya ke dalam bungkusan kedap udara, dan mengirimnya. Semua andaliman berasal dari petani, saya nggak punya ladang. Yang bertani andaliman di Samosir ini juga tidak banyak karena di sini harganya murah dan menanamnya harus di perbukitan atau dataran tinggi. Tugas saya sekarang mengedukasi petani agar tetap bertani organik, jangan pakai pupuk kimia, karena rasanya akan berubah,” jelas pria 42 tahun ini.
Kendala Pasti Ada
Jejak langkah Kiki dalam menduniakan Andaliman tidaklah mulus-mulus saja. Proses selanjutnya ternyata mengalami kendala.
Diakui Kiki, ternyata cukup sulit menemukan petani andaliman organik atau tidak menggunakan pupuk kimia. Alumnus Ilmu Bahasa Inggris Universitas Methodist Indonesia (UMI) Medan ini terpaksa blusukan ke pelosok perbukitan Samosir untuk menemukannya.
Kiki juga mengatakan bahwa andaliman yang menggunakan pupuk kimia, akan memiliki rasa yang berbeda.
Selain menjual dalam skala besar ke Eropa, Kiki juga membuka galeri Samandali di Kafe Juwita milik keluarganya yang ada di Tuktuk, Samosir. Kiki memajang produk Samandali dalam kemasan mini sebagai contoh bagi wisatawan asing yang mampir ke kafe.
Selain itu, terkait penjemuran. Karena andaliman berbentuk besar, panjang, dan ringan sehingga membutuhkan lokasi penjemuran yang luas.
Peran Astra sangat luar biasa bagi Kiki. Pada 2022, Desa Garoga Samosir di-rebranding menjadi Desa Sejahtera Astra (DSA) Garoga, bagian dari Kampung Bestari Astra (KBA) Samosir.
Pertama, Astra memfasilitasi Kiki untuk bisa mempromosikan produk andaliman agar dikenal dunia lebih luas lagi.
Kedua, Astra juga mendukung dalam hal greenhouse karena itu yang menjadi persoalan Kiki dan teman-teman. Ia sangat bersyukur dengan keberadaan green house ini, sehingga bisa mempermudah untuk penjemuran.
Ketiga, adanya dukungan mesin vacuum sealer yang merupakan syarat untuk bisa ekspor ke Prancis
Harap Kiki, semoga Astra bisa juga menyentuh lebih banyak petani lagi. Dampak dari program ini terhadap masyarakat untuk desa adalah meningkatkan pendapatan
karena pada masa harga andaliman menurun, Kiki bisa membawa perubahan sehingga pendapatan mereka meningkat
Harapan selanjutnya adalah pemberdayaan masyarakat di kawasan Desa Garoga, termasuk ibu-ibu terlibat di dalam penyortiran andaliman
Selanjutnya, Kiki melambungkan harap agar bisa menjadi pengelola andaliman terbesar di Indonesia dengan melibatkan 1500 petani, memberdayakan ibu-ibu sebanyak mungkin di kawasan Danau Toba sehingga bisa menjadi supplier terbesar yang bisa mengekspor andaliman ke Eropa, Amerika, dan Australia.
“itu menjadi visi besar kami ke depannya,” pungkas Kiki dengan nyala bola mata berapi-api.
Kiki Andrea dari Desa Garoga, Samosir, berhasil membawa nama andaliman ke pasar mancanegara. Semangat Bersama, Berkarya, Berkelanjutan pria kelahiran Sumatera Utara ini bisa menjadi cerminan bagi kita untuk turut pula menyebarkan beragam karya dan kontribusi positif anak bangsa untuk masa depan Indonesia yang berkelanjutan. (*)
Sumber:
- https://sumut.idntimes.com/business/economy/arifin-alamudi/di-tangan-kiki-andrea-merica-batak-tembus-ke-pasar-eropa
- https://nationalgeographic.grid.id/read/132803678/andaliman-merica-batak-yang-kaya-manfaat-dan-bernilai-tinggi
- Youtube Paguyuban KBA