Lebaran Butuh Liburan, Nggak Semua Mengapa Terjawab Sempurna!
Ada yang ketemu saudara jauh bukannya bikin senang malah bikin keki? Hahaha, tergantung konsepnya apa dulu. Apakah pertemuan untuk silaturahmi atau untuk saling membuka aib. Eh, emang ada pertemuan lebaran untuk membahas hal menyakitkan? Bukannya lebaran adalah momen untuk saling memaafkan.
Mungkin kita bisa mengambil inspirasi dari warga Jepang. Dilansir dari nipponclub.net, orang Jepang suka membahas tentang cuaca untuk mengawali percakapan mereka dengan orang baru. Tidak hanya dalam percakapan verbal, lo. Termasuk juga surat-menyurat dan chat.
Alih-alih menanyakan hal yang bisa membuat lawan bicara kita merasa tidak enak hati pada kesan pertama, lebih baik kita ambil sisi baik warga matahari terbit dalam hal ini, nggak sih?
Lebaran Butuh Liburan, Nggak Semua Mengapa Ada Jawabannya
Mengapa masih sendiri? Mengapa belum punya anak? Mengapa anaknya masih satu aja? Mengapa masih tinggal di pondok mertua indah? Dan masih banyak mengapa lainnya yang sebenarnya sang penanya nggak butuh banget sih jawabannya. Hanya ‘sekadar’ pembuka pembicaraan. Siapa tahu kalimat itu bukannya membuka percakapan malah bisa jadi sebaliknya. Menutup pintu silaturahmi untuk selama-lamanya. Ih, serem nggak, sih!
Padahal kita bisa membuka percakapan dengan kalimat lain yang lebih natural, ya misalnya membahas, mengapa sih cuaca mendung terus, mengapa panasnya bumi ini makin-makin aja, ya, dan lain-lain mengapa yang nggak mesti kena mental banget buat lawan bicara.
Saya yakin setiap orang memiliki garis start-nya masing-masing. Toh, dia pasti sudah berjuang segenap yang ia mampu untuk keluar dari ketidaknyamanan yang dihadapi.
Kita bukan dalam posisi untuk mengetahui semua yang ia rasakan. Kita bukan dalam posisi harus tau banget semua yang terjadi pada dirinya. Kita bukan hakim yang berhak menghakimi. Toh, kita berjalan di atas jalan kita sendiri-sendiri, kan?
Apalagi jika tanya kita hanya sekadar bermaksud ingin tahu. Setelah diberikan jawaban, lantas kita malah membandingkan dengan hidup kita yang bisa jadi lebih tinggi derajatnya di atas lawan bicara. Wuah, bisa-bisa ini adalah percakapan pertama dan terakhir kita dengannya. Lebaran kok bikin permusuhan?
Lebaran Butuh Liburan, Enyah Semua Hal yang Bikin Jengkel
Lebaran juga sebagai momentum liburan, ya, kan. Kita dapat tiket spesial mengunjungi sanak keluarga di hari nan fitri. Melepaskan diri dari kepenatan dunia kerja.
Jika bagian atas kita bicara sebagai orang yang membuka percakapan, bagaimana jika kita berada di pihak orang yang menerima ucapan. Keki pasti, marah bisa jadi, melarikan diri dari kerumunan keluarga oh jangan sampai terjadi. Manusiawi sih kita merasa nggak enak hati.
Jika kita masih punya kapasitas energi untuk membalas ucapanya dengan bijak, tentu ini akan jadi pembelajaran berarti bagi sang pembuka percakapan. Namun bagaimana jika kita tidak dalam posisi bisa seperti itu?
Kalau saya pribadi, menjawabnya dengan kata Insyaallah, tolong bantu doa. Lalu saya lanjut mengambil bahan percakapan lain, misalnya dengan membalikan kalimat pertanyaan untuk saya itu kepada sang penanya.
Dalam hidup ini kita harus benyak bersyukur terhadap apa yang diberikan sang Maha Pengasih kepada kita. Selain itu hendaknya kita pun menyuburkan rasa empati kepada saudari kita. Allah swt menciptakan kita dengan segala kelebihan dan kekurangan. Tak semua pertanyaan mengapa kita harus terjawab sempurna, kna? Malah bisa jadi menyakitkan. Sementara ini adalah momen lebaran, saatnya liburan dari aktivitas penuh tekanan dan berbagi indahnya saling memaafkan. (*)