Zero Waste Cities, Cegah Negeri Ditimbun Sampah Sendiri
Dalam sebuah rapat di Istana Kepresidenan Jakarta, Presiden mengatakan bahwa masyarakat Indonesia saat ini didominasi oleh generasi muda. Maka, bonus demografi pada tahun mendatang akan menjadi milik keluarga-keluarga muda. Sebuah survei menempatkan perubahan iklim/kerusakan alam pada peringkat pertama menjadi masalah yang dihadapi milenial saat ini.
Kerusakan alam yang terjadi salah satunya berasal dari kehadiran sampah. Sisa konsumsi manusia membuat alam yang ramah menjadi marah hingga kerap menimbulkan bencana. Salah satu bencana yang pernah terjadi di Indonesia adalah tragedi longsornya TPA Leuwigajah Cimahi pada 21 Februari 2005.
Menurut Data Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), rata-rata orang Indonesia di kawasan perkotaan pada tahun 1995 menghasilkan sampah 0,8 kg/hari. Keadaan ini terus meningkat hingga 1 kg per orang per hari pada tahun 2000. Menurut perkiraan, timbunan sampah pada tahun 2020 per orang per hari adalah sebesar 2,1 kg. Wah, sungguh suatu angka yang besar jika dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia, ya.
Menilik keberadaan masalah yang berhubungan dengan milenial ini, maka presiden berharap ada strategi pendampingan yang kekinian. Bagaimana pengelolaan sampah ini mulai menjadi sebuah budaya dalam keseharian generasi muda.
Apakah Zero Waste Cities (ZWC) itu?
Sesuai dengan terjemahan arti kata dalam bahasa Indonesia, ZWC adalah sebuah terobosan untuk menciptakan sebuah kota dengan nol sampah. Program pengelolaan sampah dalam ZWC ini dimulai dari lingkup kawasan terkecil negara yakni RT/RW. Selanjutnya dari unit terkecil negara ini akan bergerak menuju unit terkecil masyarakat, yakni keluarga. Hingga pada akhirnya ZWC mengharapkan keikutsertaan seluruh komponen masyarakat untuk ambil bagian dalam pengelolaan sampah.
Program Kota Nol Sampah ini diinisiasi oleh YPBB (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi). Berkat kerja keras yang dilakukan oleh organisasi non-profit dan non-pemerintah yang dirintis sejak tahun 1993 ini, Kota Bandung dan Kota Cimahi telah menjadi model penerapan Kota Nol Sampah sejak 2017.
Konsep ZWC Kota Bandung dikenal dengan nama Gerakan Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, dan Manfaatkan), sedangkan di Kota Cimahi program ZWC dikenal dengan nama Program Cimahi Barengras (Bareng-bareng Kurangi Sampah). Kedua program ini telah memberikan dampak yang besar terhadap pengelolaan sampah yang lebih baik.
Melihat kembali dari ucapan Bapak Presiden dalam rapat di Istana Kepresidenan Jakarta, maka pengelolaan sampah dari kawasan bisa dikelola dengan lebih kekinian. Proses pendampingan untuk memberdayakan peranan generasi muda dalam pengelolaan sampah kawasan bisa dioptimalkan.
Bagaimana cara ZWC menghidupkan siklus material di kawasan?
Daur bahan yang kita pakai sehari-hari dapat berkontribusi terhadap pengurangan sampah kawasan. Perlu pembiasaan kebiasaan baik yang dimulai dengan 3M, yaitu mulai dari diri sendiri, mulai dari hal kecil, dan mulai saat ini. Oleh karena target dari pembiasaan ini adalah kaum muda, maka segala rencana yang tertuju pada program tersebut harus yang dekat dengan mereka. Apa saja yang bisa dilakukan:
1. Memanfaatkan Media Sosial
Siapa yang tidak memiliki gawai di zaman teknologi semakin terdepan ini? Aksi-aksi nyata dalam membersihkan lingkungan kawasan bisa dijadikan konten menarik oleh para content creator. Semakin baik dan semakin menyentuh pesan yang dibuat tentu akan memancing timbulnya keinginan kaum muda di kawasan lain untuk mengikuti jejak tersebut.
Teknologi berhasil menampilkan perbuatan biasa menjadi luar biasa. Maka, memanfaatkan momentum ini adalah suatu hal bijak.
2. Aplikasi Pilah Sampah
Kaum muda selalu terpapar dengan aplikasi dalam gawai. Kemudahan yang memanjakan mereka dalam sentuhan layar aplikasi bisa dimanfaatkan untuk menarik minat. Aplikasi pilah sampah, bisa memberikan informasi tentang manfaat apa yang didapatkan jika mengelola sampah dengan baik. Tindakan apa yang harus dilakukan. Terlebih jika dalam aplikasi tersebut disertakan beberapa lomba menarik yang bertujuan meningkatkan keikutsertaan kaum muda dalam pengelolaan sampah yang baik.
3. Totebag Aneka Warna Menarik
Berbelanja menjadi suatu hobi bagi sebagian besar orang. Selain untuk memenuhi kebutuhan sebagai rutinitas juga sebagai hiburan. Saat berbelanja ada kantong plastik yang kelak menjadi sampah. Lewat tangan-tangan kreatif kaum muda, aneka totebag bisa dibuat. Tentu saja mereka memiliki insting tentang desain menarik yang sedang viral. Misal, bergambar tokoh idola. Totebag bisa dibuat dalam berbagai ukuran sesuai kebutuhan. Dewasa ini, totebag tak hanya untuk berbelanja tetapi untuk tas kuliah. Ini membuktikan bahwa yang unik itu lebih menarik. Pengelolaan sampah yang baik bisa mengambil kesempatan dari fenomena ini.
4. Ajak Partisipasi Influencer
Kehadiran media sosial menjadi semakin lengkap dengan kehadiran influencer. Lewat akun-akun yang telah diikuti oleh ratusan bahkan ribuan orang, konten-konten tentang pengelolaan sampah yang baik bisa menjadi lahan edukasi sosial yang baik.
Lewat langkah kecil maka siklus material di kawasan demi terciptanya ZWC bukanlah impian. Salah satu langkah nyata, tentu saja dengan bijak melihat peluang yang ada. Kehadiran kaum muda sebagai penggerak pengelolaan sampah dari kawasan patut menjadi pertimbangan. Pada akhirnya, tentu saja kita tak ingin mimpi negeri yang tertimbun sampahnya sendiri menjadi kenyataan, bukan? (*)