Menulis adalah Terapi yang Menyembuhkan

Kegiatan belajar daring tetap berlangsung karena wabah belum kunjung usai. Bagi saya yang banyak berkutat dengan dunia literasi media, sangat takjub dengan berbagai macam kelas yang dibuka oleh para mentor yang sudah tak diragukan lagi kapasitasnya.

Mulai dari kelas fiksi anak, fiksi remaja, fiksi dewasa, belum lagi nonfiksi. Harga yang ditawarkan juga mulai dari yang bersahabat sampai yang membuat kantong agak sekarat.

Kelas-kelas yang ditawarkan tentu sangat menarik. Tapi kalau kita sampai kalap mengikuti kelas sana-sini itu malah tidak baik. Karena tidak fokus menimba ilmu dan malah jatuhnya hanya sekadar ingin tahu.

Bagi yang masih sendiri alias belum berumah tangga, kegiatan mengikuti kelas daring bisa lebih fleksibel, menikmati suguhan ilmu sang mentor sambil menikmati segelas cendol, misalnya.

Tapi bagi yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak balita, bisa jadi kegiatan daring membuat repot. Saat fokus belajar mata tertuju ke banyak arah.

Belajar daring memang membutuhkan lebih banyak fokus. Meskipun demikian, kewajiban itu memperhatikan anak tentu jauh lebih penting.

Pengalaman saya di beberapa kelas daring, penulis yang agak repot saat menghabiskan waktu dengan si kecil, bisa menyusul membaca materi di malam hari setelah anak istirahat. Ya, intinya manajemen waktu yang baik.

Jadi, baik yang masih sendiri ataupun sudah berpredikat sebagai emak, jangan khawatir! Kesempatan untuk belajar dan berkembang di dunia literasi terbuka lebar.

Meskipun daring membuat sebagian orang darting (darah tinggi) semoga itu tidak berlaku untuk kita. Karena menulis ada terapi yang menyembuhkan, bukan? (*)
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url