Don't Cry dimuat di Radar Sampit

dimuat di Harian Radar Sampit edisi Minggu, 21 Juni 2015


Bertahan Meski Terluka
Oleh Karunia Sylviany Sambas

DATA BUKU

Judul : Don’t Cry
Penulis : Adytya Fitriani
Penerbit : de Teens, Jogjakarta
Cetakan : I, Maret 2014
Tebal : 244 halaman
ISBN : 978-602-255-412-7

Takeru, murid lelaki tertampan yang dinobatkan di angkatannya, jatuh cinta pada Hikari, gadis yang sudah berulang kali menolak cinta lelaki yang menyatakan perasaan padanya. Berbeda dengan Takeru, Hikari menerima cinta pemuda itu.

Hikari mengangguk sekali lagi. Hari ini bener-benar hari yang sangat membahagiakan untukku (halaman 10).

Konflik dalam novel ini dimulai ketika Hikari membohongi Takeru. Kebohongan ini dibuat Hikari karena ia ingin memberikan kado di hari ulang tahun kekasihnya itu. Ternyata kebohongan itu menyebabkan malapetaka baginya. Ia tertabrak truk hingga tidak sadarkan diri selama dua bulan.

Waktu dua bulan membawa banyak perubahan yang berarti dalam hidup Hikari. Gadis itu tidak lagi menemukan Takeru sejak hari kepulihannya hingga dua tahun berikutnya. Takeru hilang bak ditelan bumi.

Takeru, kamu di mana? Kalau aku memang pernah berbuat salah kepadamu, aku mohon tolong maafkan aku. Kita sudah berjanji untuk saling memiliki selamanya, bukan? Lalu, kenapa tiba-tiba saja kamu menghilang? (halaman 73).

Ternyata Takeru tidak menghilang!

Melalui sebuah diary kepunyaan Takeru yang dititipkan pada ibu Hikari, semua pertanyaan Hikari pun terjawab satu per satu.

Takeru sangat berjasa pada Hikari. Ia bersusah payah mencoba menghalangi ibu Hikari saat berniat melepas semua alat penopang hidup gadis itu.

“Ibu malu Hikari. Ibu sudah gagal menjadi ibu untukmu. Ibu tak percaya kalau kamu bisa sadar dari koma. Seandainya waktu itu tidak ada Takeru-kun yang membelamu, Ibu tidak tahu apakah kamu masih ada di sini atau tidak.” Ibu kembali terisak. Aku pun ikut terisak bersamanya (halaman 84).

Cinta seorang ibu yang digambarkan oleh tokoh ibu Hikari cukup memilukan. Orang tua mana yang tidak mencintai anaknya, bukan? Keputusan ibu Hikari melepas support life putrinya terkesan tidak biasa. Ada pro dan kontra. Namun itulah cara sang ibu mencintai putrinya. Ia tidak tega melihat anak semata wayangnya menderita terlalu lama.

Novel yang ditulis dalam dua sudut pandang—Hikari dan Takeru Side--ini cukup menarik. Penggunaan sudut pandang orang pertama yang digunakan penulis cukup berhasil membawa pembaca untuk dapat menyelami perasaan masing-masing tokoh.

Kisah percintaan dunia remaja yang diangkat dalam novel ini mungkin sudah banyak ditulis. Namun, plot cerita ini cukup mampu melibatkan emosi pembaca.

Kisah pembuka mungkin akan membuat pembaca berkerut kening. Alasan Hikari menerima pernyataan cinta Takeru seyogyanya lebih dieksplor. Sejak awal dikisahkan bahwa Hikari tidak menerima ungkapan cinta laki-laki yang mencoba mengutarakan perasaan padanya (halaman 7). Namun dengan begitu mudahnya gadis itu menerima pernyataan cinta Takeru.

Meski demikian, pesan sang penulis cukup tersampaikan dengan baik. Cinta itu bisa mewujud dalam bentuk yang tidak terduga. Bila cinta telah disandarkan pada hati yang tulus, ia akan sanggup bertahan meski terluka. (***)

Resensi Buku Don't Cry dimuat di Harian Radar Sampit edisi Minggu, 21 Juni 2015
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url