Cerdak Story Teenlit Magazine Mei 2013
Cerdak Story Teenlit Magazine Mei 2013 - Alhamdulillah. Setelah proses perjuangan setiap kompetisi cerdak Story Teenlit Magazine yang digelar tiap edisi, ada juga cerdak saya yang menyentuh hati Bunda Reni. Cihuyy! Dimuat, deh.
Cerdak Story Teenlit Magazine Mei 2013
Kala
Penyihir Disapa Cinta
Oleh : Karunia
Sylviany Sambas
Hari ini seisi
sekolah Vollenwitch heboh. Khususnya makhuk cantik dan centil itu. Ah, apa sih
yang sedang mereka bicarakan?
“Rest, pokoknya
aku mesti bisa naklukin makhluk tampan itu?” Ale si penyihir bertopi ungu buka
suara.
“Aku juga naksir
berat sama Jang Ers. Aku yang bakalan naklukin hati dia!” Arest tak kalah aksi.
***
Mereka berdua
murid tingkat akhir sekolah penyihir yang terkenal. Kemana-mana selalu berdua.
Dandanan mereka juga mirip. Bedanya, Ale bertopi ungu, sedangkan Arest bertopi pink.
Hari ini,
penyihir cantik dan centil memulai aksinya, mencoba menarik perhatian makhluk
tampan. Sapu terbang melayang di ruangan kelas. Eh, kenapa Jang Ers betah membaca
kitab mantra di kursinya? Si cool ini masih malu-malu rupanya.
Hmm … sebenarnya
ia tak benar-benar membaca. Ada sesuatu yang tengah dipikirkannya. Apa itu? Dia
belum mau buka kartu. Kita simak kisah ini selanjutnya.
“Hai Jang Ers,
kamu rajin banget deh baca kitab mantra. Mau dong ditularin rajinnya.” Arest
tersenyum centil.
Jang Ers menoleh
sejenak.
“E … eh ….” Ia
buru-buru menutup kitab.
“Aku kan baru di
kelas ini, jadi masih harus belajar banyak.” Jang Ers tersenyum.
***
“Rest, gimana
kalo kita buat kompetisi yang sehat. Kita adain lomba, yang menang boleh lanjut
pedekate sama Jang Ers. Oke nggak tuh?”
“Hmm … usul kamu
boleh juga, tapi … bukannya kamu juga naksir sama Jang Ers?” ledek Arest.
“Nggak apa-apa
deh. Kita kan sobatan kayak apa tuh …. Oh ya, kepompong! Hihihi.” Ale
cekikikan.
“Oke! Kalo gitu kita bertarung secara betina
ya.” Mereka tos ala penyihir. Saling menautkan topi kerucut.
***
Hari
yang ditentukan tiba. Olala … pertandingan khusus untuk Ale dan Arest! Penyihir
yang bersahabat sejak tingkat pertama itu memulai aksi mereka. Setengah memaksa
mereka meminta Ayre, penyihir yang dijuluki ratu masak sebagai juri.
“Satu
… dua ….” Aba-aba diberikan. Ale dan Arest telah siap di posisinya
masing-masing.
“Tiga!!!” Mereka
segera meluncur.
Sapu terbang menusuk
tajam.
Swing … swing …
Mereka
berputar di antara pohon kelapa yang
menjulang tinggi.
Hap!
Ale dan Arest hinggap di salah satu pohon. Mereka memerhatikan sebuah restoran
terlengkap dan terlezat di kota mereka dengan seksama. Sang koki terlihat
sedang sibuk mengolah suatu masakan.
Tak
lama, Arest tersenyum. “Aku udah tau rahasianya. Dah … Ale sayang.” Arest
beranjak meninggalkan Ale. Ale sebal. Pikirannya kacau. Konsentrasi pun buyar.
“Gawat!”
batin Ale.
Arest mulai
terlihat sibuk di dapur. Berpindah dari satu meja ke meja lain. Ia bekerja
dengan cekatan.
Penyihir bertopi
pink itu sudah menyelesaikan separuh pekerjaannya ketika Ale tiba.
“Kamu lama
banget sih, Sayang,” ujar Arest tanpa melihat wajah Ale.
Waktu semakin
sempit. Merasa peluangnya kian menipis, Ale gusar, tapi cepat ia mengerjakan tugasnya.
“Yap! Waktu habis!”
“Tadaa …..
Fiuhh, akhirnya selesai juga,” Arest menyeka peluhnya.
“Hampir saja!”
Ale telah siap dengan hidangannya.
Sang juri telah
mencicipi hidangan itu.
“Somay kamu enak, Ale,” ujar Ayre. Ale
tersenyum kemenangan. “Tapi, hidangan Arest lebih enak. Sepertinya kamu lupa
menambahkan kecap.” Ucapan terakhir
itu membuat Ale lemas seketika. Topi kerucutnya miring ke kiri. Ia tak peduli.
Arest
bersorak gembira.
***
Esoknya di
kelas, Ale terlihat murung.
Tak jauh di
seberang Jang Ers tengah memerhatikan penyihir cantik bertopi ungu itu.
“Hai Ale, mau
membantuku memahami kitab mantra ini?”
Wow, pucuk
dicinta ulam pun tiba. “Kesempatan bagus nih.” Ale tersenyum penuh arti.
Ale dan Jang Ers
segera akrab.
“Memahami kitab
mantra yang tebal ini terasa ringan kalau berdua sama kamu,” ujar Jang Ers hari
itu. Kata-kata itu berhasil menghadirkan rona kemerahan di pipi Ale.
Kedekatan dua
penyihir ini membuat Arest cemburu bukan kepalang.
“Kan aku yang
menang, tapi …. Ah, sudahlah.” Perlahan Arest menjauh. Sayangnya, Ale tidak
menyadari perubahan sikap Arest.
***
Hari ini Arest
terlihat gelisah. Bagaimana tidak? Dua hari lagi ujian kenaikan tingkat akan
dilaksanakan. Ia kasihan pada Ale. Semenjak dekat dengan Jang Ers, nilai-nilai
Ale menurun drastis. Padahal, ia adalah pelajar
terbaik selama dua tahun berturut-turut.
Arest menyadari
sesuatu. Sepertinya ada yang tidak beres. Nilai Jang Ers menanjak naik. Dan
Ale, sebaliknya.
“Oh, tidak! Ale
dijebak!”
Arest menemui
Ale hari itu juga.
“Apa? Kamu
jangan jelek-jelekin Jang Ers, ya.” Ale ketus.
Arest sedih.
***
“Aku udah
berhasil naklukin hati Ale. Sebentar lagi aku akan jadi bintang kelas
Vollenwitch. Gak sia-sia aku pindah sekolah untuk memperbaiki citra penyihir
pecundang. Hahaha.” Tawa itu memecah kesunyian di salah satu ruang. Jang Ers
sedang berbicara dengan seseorang.
Deg! Ale seperti
baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Hatinya sakit. Ia telah mengabaikan Arest,
sang sahabat sejati yang sudah
mengingatkannya tempo hari.
Segera ia menuju
kelas, mencari sosok yang begitu ia rindukan. Penyihir bertopi pink itu hampir
terjengkang dari kursi ketika Ale menubruknya dengan haru biru. Penyihir cantik
dan centil harus bersatu. Akur!